Aku juga Manusia

             Kau! Kau tahu, aku sedang tidak berada pada titik terendah dalam hidupku. Aku masih dapat mengontrol semua itu. Tapi saat ini, walau bukan di titik terendah, aku benar-benar merasa jengah. Aku jengah dengan dia yang selalu menganggapku salah, dan mempermainkanku untuk memancing amarahku.
           Aku sudah berusaha sebisaku menjaga setiap kata dan perbuatanku padanya. Bahkan hanya dia satu-satunya orang selalu kuceritakan bak malaikat pada orang lain. Aku selalu memujinya kepada siapapun aku bicara, aku selalu menjunjung namanya. Dan, ternyata aku SALAH.
            Salahku terlalu percaya padanya. Salahku terlalu mengangkatnya. Salahku terlalu memujanya. Salahku membuat dia lupa bahwa aku juga manusia seperti dirinya yang punya perasaan, dan juga ingin dianggap. Bukan, aku bukan mengharapkan posisinya atau kekuasaannya. Aku hanya ingin dia sadar, aku tidak bisa terus dia injak dengan sepatunya yang penuh dengan tai itu. Badanku sudah kotor penuh dengan tanah, bahkan masih dia injak dengan sepatu busuknya itu, ditambah peluh dan air mata yang terus mengucur menembus pakainku yang telah lusuh.
            Kau! Bisa kau bayangkan seberapa hinanya aku? Seberapa rendahnya aku? Seberapa kotornya aku? Padahal aku manusia. Aku bukan tai yang menjijikan yang dengan mudah ditutupi dengan setumpuk pasir lalu hilang begitu saja. Aku manusia yang bisa marah, aku manusia yang bisa melawan. Tapi apa dayaku saat ini? Jantungku seolah ada ditangannya. Jika sedikit saja aku melawan, matilah saja aku ini. Dan tubuhku yang tidak berguna ini lalu akan ditemukan dalam tumpukan tai, dan bersama dengan bangkai hewan, lalu dihanguskan dan tidak berbekas. Dan, aku MUSNAH.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dika, tunggu Mas Adhit ya!

Tolong sadar, dan kejarlah! Larilah!